Senin, 24 Januari 2011

KISAH PERANG BADAR

Pendahuluan :

Perang Badar merupakan bentuk perlawanan fisik pertama kali yang dilakukan oleh Rasulullah berserta para sahabat. Peristiwa ini bersamaan terjadinya dengan disyariatkannya perintah puasa Ramadhan yaitu pada tahun kedua hijriyah.

Suatu hari Rasululullah SAW memperoleh informasi bahwa kafilah dagang Quraisy sebanyak 30 orang, 1000 ekor unta, dengan muatan senilai 50.000 dinar tengah berjalan menuju Syam. Kafilah itu dikepalai Abu Sufyan Bin Harb.

Setelah mendapat berita tersebut, Rasulullah SAW berangkat ke luar Madinah bersama sebagian kecil sahabat untuk berjaga-jaga, agar mereka tidak mengganggu kaum muslimin di Madinah. Sebab Musyrikin Quraisy sering merusak kebun-kebun, dan merampas ternak milik penduduk Madinah. Tetapi sesampainya Rasulullah SAW bersama pasukan muslimin di tempat tujuan, kafilah quraisy itu ternyata sudah berlalu.

Selang beberapa waktu kemudian Rasulullah SAW menerima kabar lagi bahwa kafilah Quraisy tadi sedang bersiap-siap akan kembali ke Makkah. Sebelumnya terdengar kabar pula mengenai dirampasnya harta-harta kaum muslimin yang ditinggal di kota mekkah, hal ini membuat sebagian para sahabat dengan dipelopori oleh Paman Nabi Hamzah mengajukan izin kepada Rasulullah untuk membalas perlakuan orang kafir Quraisy tersebut. Kemudian turun ayat 39-40 Surah Al Hajj yang membeirkan ijin kepada kaum muslimin untuk berperang jika mereka didzolimi.Rasulullah SAW dan para sahabat kembali bersiaga untuk mengambil hak mereka yang terampas dari kafilah dagang Abu Sufyan. Dengan pasukan yang teridiri dari 313 orang dan 2 ekor unta, mereka menuju suatu tempat dekat Shafra’ kemudian berhenti di situ. Rasulullah SAW lalu mengirim 2 orang sahabat untuk menyelidiki kabar tentang kafilah dagang tersebut.

Abu Sufyan akahirnya mengetahui bahwa pasukan kaum muslimin telah bersiaga di luar Madinah, lalu ia mengirim kurir ke Mekkah minta bantuan pasukan tambahan. Menjawab permintaan itu, Quraisy memberangkatkan pasukan yang terdiri 1000 orang dengan dukungan 700 ekor unta. Ketika rombongan musyrikin Quraisy sedang dalam perjalanan, sampailah kabar bahwa kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan telah selamat tiba di Mekkah dengan mengambil jalan dekat pantai. Dan Abu Sufyan meminta agar pasukan Quraisy untuk kemabli saja. Namun Abu Jahal -komandan pasukan- menolak. Dia berkeras untuk terus ke Badr. Kemudian Abu Jahal memerintahkan pasukannya untuk mendirikan kemah-kemah sambil menyombongkan diri menantang kaum muslimin, sambil bernyanyi-nyani dan mabuk-mabukan.

Sementara itu, perjalanan Rasulullah SAW dan para sahabat sampailah di lembah Dzafiran. Di sana Rasulullah SAW mendapat laporan tentang selamatnya kafilah Abu Sufyan di Makkah, dan juga laporan mengenai tantangan pasukan musyrikin pimpinan Abu Jahal. Menghadapi siatuasi genting ini beliau lalu bermusyawarah dengan para sahabat. Beberapa pendapat dari sahabat ketika itu menghendaki agar kaum muslimin kembali saja ke Madinah, “sebab tujuan kita ke sini hanya untuk menghadang kafilah dagang, bukan untuk berperang!’, demikian alasan mereka. Air muka Rasulullah SAW kelihatan muram, berbeda pendapat dalam situasi yang sulit tersebut.

Tiba-tiba berdirilah Miqdad bin Al-Aswad ra. Dan berkata : “Ya Rasulullah, teruskanlah pada hal apa yang Allah perintahkan pada tuan. Maka kami menyertai tuan. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepada tuan seperti perkataan bani Israil kepada nabi Musa ; “Pergilah engkau bersama Tuhanmu, maka berperanglah engkau berdua, kami sesungguhnya akan duduk termenung di sini saja.” Akan tetapi, kami berkata kepada tuan : “Pergilah tuan bersama Tuhan Tuan, dan berperanglah tuan bersama Tuhan tuan! Kami sesungguhnya beserta tuan berjalan dengan kami sampai ke barkhul Ghamad, niscaya kami berjuang bersama tuan. Kami akan berperang dari sebelah kiri dan kanan tuan, dan dari antara hadapan tuan dan belakang tuan”. Demikian pula ucapan Sa’ad bin Muadz dari golongan anshor, menguatkan pendapat Miqdad tadi. Akhirnya diputuskan untuk bertempur dengan musuh. Maka berangkatlah pasukan muslimin ke Badr, sesuai kesepakatan tersebut.



Jalannya Perang :

Rasulullah SAW dan tentara muslimin terus berjalan sampai ke suatu lembah. Namun lembah tersebut jauh dari tempat air, penuh pasir lagi kering. Sehingga banyak para sahabat kehausan dan sukar bersuci dari hadats. Maka berdoa’lah Rasulullah, dan kemudian Allah turunkan hujan yang sangat lebat.

Setibanya di Badr, Rasulullah dan pasukan muslimin lalu menuju ke wadi (tempat air) Badr. Beliau menunggu kedatangan tentara musyrikin di situ. Seorang sahabat yang bernama Hubbab bin Al-Mundzir mengusulkan agar mereka pindah ke lokasi yang dekat dengan mata air, agar mereka tidak kekurangan air selama peperangan berlangsung. Sebaliknya, pasukan musyrikinlah yang akan kekurangan air nanti. Pendapat Hubbab ini dibenarkan oleh malaikat Jibril, sehingga Rasulullahpun menerimanya. Mereka menduduki sebelah utara dari lembah Badr yang luas, membelakangi jalur ke Syam. Kota Madinah ada di kiri mereka. Ats usul Sa’ad bin Muadz ra., para sahabat membuatkan ‘arsy (semacam alal duduk) dari pelepah kurma untuk Rasulullah SAW. Selanjutnya pasukan muslimin membuat kolam-kolam air dan mendirikan kemah.

Kemudian nampaklah oleh mereka pasukan musyrikin di kejauhan menuju lembah Badr. Jumlah mereka amat banyak, membuat mereka sombong. Rasulullah SAW berdo’a dengan khusyu’, memohon pertolongan Allah. Lalu beliau keluar dari Arsy, dan bersabda : “Akan dikalahkan pasukan itu, dan mereka akan membalik ke belakang.”

Pasukan musyrikin mengambil posisi di sebalah Selatan lembah Badr, berhadapan langsung dengan pasukan muslimin. Jalur menuju Mekkah tepat di belakang mereka. Daerah yang mereka duduki, tidak teduh sebagaimana daerah yang dijadikan basis oleh pasukan muslimin.

Pasukan musyrikin terbagi dalam empat kelompok. Dua kelompok pasukan berkuda, yang masing-masing mengambil posisi di sayap kanan dan kiri pasukan, sementara dua kelompok pasukan berjalan, berada di tengah-tengah.

Sebelum pertempuran sesungguhnya dimulai, diadakanlah adu tanding satu lawan satu. Quraisy mengajukan ketiga jagonya : ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Walid bin ‘Utbah. Pada mulanya Rasulullah memerintahkan tiga orang sahabat Anshor untuk melayani tantangan itu. tetapi Quraisy menghendaki untuk berhadapan dengan muhajirin. Maka Rasulullah memerintahkan Hamzah bin Abdul Mutholib, Ali bin Abi Thalib, dan Ubaidah bin Harits melayani musyrikin yang sombong itu.

Dalam pertempuran satu lawan satu itu, Hamzah dapat membunuh Syibah, Ali dapat membunuh Walid, sedangkan Ubaidah dipukul dengan pedang oleh Utbah di lututnya sampai hampir putus. Hamzah dan Ali segera menggotong Ubaidah ke hadapan Rasulullah. Kemudian Ali ra. Kembali ke medan pertempuran dan bertanding melawan Utbah, sampai akhirnya Utbah dapat dibunuhnya.

Sementara itu Ubaidah bin harits ra. Dibaringkan di tikar Rasulullah SAW. Dalam keadaan terluka parah itu Ubaidah bertanya kepada Rasulullah : “Tidakkah ini syahid, ya Rasulullah?” Maka Rasulullah menjawab : “Sesungguhnya saya menyaksikan bahwa engkau syahid.” Setelah itu, Ubaidahpun menghembuskan nafasnya yang terakhir sambil tersenyum puas.

Selesai tanding satu lawan satu itu, maka kedua pasukan bersiaga. Rasulullah memerintahkan pasukan muslimin untuk berdiri dalam shaf yang rapat dan lurus. Quraisy segera mengerahkan pasukan berkudanya untuk menggempur pasukan muslimin. Gemuruh derap pasukan berkuda musyrikin itu sedikitpun tidak menggentarkan hati kaum muslimin. Mereka tetap tegak berdiri di posisi masing-masing sesuai perintah Rasulullah, menangkis gelombang demi gelombang serangan yang datang. Debupun memenuhi udara di sela bayang-bayang sabetan pedang dan tikaman tombak-tombak, suara dentingan dua pedang yang beradu bercampur dengan ringikan kuda yang terluka. Satu persatu tubuh-tubuh kaum musyrikin rebah, tanpa kepala atau lengan.

Maka bingunglah kaum musyrikin yang pongah itu, baru pertama kalinya mereka saksikan, bahwa pasukan berkuda (kaveleri) dapat dilumpuhkan oleh pasukan berjalan (artileri). Selanjutnya, Pertempuran yang seru semakin berkobar. Rasulullah memberikan komando pada pasukannya untuk maju menyerbu. Dengan penuh semangat jihad, tanpa mengenal rasa takut, para mujahidin itu maju menggempur musuh dengan kekuatan mereka yang jauh lebih besar. Kesyahidanlah yang mereka cari.

Akhirnya porak porandalah pasukan musyrikin itu. Abu Jahal, dan tokoh-tokoh Quraisy yang lain tewas. Yang masih hidup segera berbalik ke belakang, melarikan diri, kembali ke Makkah. Dalam ghazwah badr ini, pasukan muslimin yang syahid ada 14 orang (terlampir). Sedangkan tentara musyrikin yang tewas adalah sebanyak 70 orang. Kaum muslimin juga memperoleh rampasan perang yang besar tawanan-tawanan.

Tidak ada komentar: